Houston (ANTARA News) - Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pada Senin (19/3) bahwa Amerika Serikat telah mengekspor lebih banyak gas alam daripada yang diimpor pada 2017, menjadikan negara ini sebagai eksportir netto untuk pertama kalinya sejak 1957.

Menurut EIA, transisi ke pengekspor netto terjadi karena produksi gas alam terus meningkat, mengurangi impor melalui jaringan pipa dari Kanada dan meningkatkan ekspor, baik melalui jaringan pipa maupun sebagai gas alam cair (LNG).

Produksi gas alam di Amerika Serikat meningkat secara signifikan selama dekade terakhir. Amerika Serikat melampaui Rusia pada 2009 sebagai produsen gas alam terbesar di dunia, karena produksi gas serpih (shale gas) mendorong peningkatan produksi gas alam secara keseluruhan.

Kapasitas jaringan pipa gas alam AS ke Meksiko juga meningkat selama beberapa tahun terakhir, didorong oleh pertumbuhan permintaan gas alam dari sektor listrik Meksiko dan harga yang menguntungkan dibandingkan dengan gas alam yang dipasok oleh pengiriman LNG.

Ekspor LNG AS meningkat secara dramatis selama dua tahun terakhir, karena kapasitas pencairan (liquefaction) baru telah tersedia secara daring

Satu-satunya terminal pencairan (liquefaction terminal) yang sebelumnya beroperasi di Amerika Serikat, terminal Kenai LNG di Alaska, berhenti beroperasi pada 2015. Pada 2016, ketika terminal LNG Sabine Pass di Louisiana mulai meningkatkan operasi, ekspor LNG AS meningkat. Sabine Pass sekarang memiliki empat unit operasi pencairan dengan seperlimanya sedang dibangun.

Fasilitas LNG Cove Point di Maryland mengekspor kargo LNG pertamanya pada 1 Maret. Cove Point adalah fasilitas ekspor LNG kedua yang beroperasi saat ini di Amerika Serikat, setelah Sabine Pass. Empat proyek LNG lainnya sedang dalam tahap pembangunan dan diperkirakan akan meningkatkan lebih lanjut ekspor gas alam AS.

Prospek Energi Jangka Pendek EIA memproyeksikan bahwa posisi AS sebagai pengekspor netto gas alam akan diperkuat pada 2018 dan 2019.

Amerika Serikat adalah pasar utama untuk menyediakan sumber bahan bakar baru bagi Tiongkok. Cheniere Energy yang berbasis di Houston bulan lalu menandatangani kesepakatan jangka panjang yang pertama dengan China National Petroleum Corporation (CNPC), sebuah perusahaan energi milik negara Tiongkok, yang merupakan langkah maju besar bagi industri ini.

CEO Cheniere Jack Fusco mengatakan di CERAWeek, yang diadakan di Houston awal bulan ini, bahwa permintaan LNG Tiongkok naik 40 persen dari tahun ke tahun dan akan terus meningkat.

Menurut kesepakatan tersebut, Cheniere akan menjual sekitar 1,2 juta ton LNG per tahun ke CNPC, sebagai bagian dari dua perjanjian penjualan yang diperpanjang sampai 2043. Pengiriman akan dimulai tahun ini.

Selama kunjungan pertama Presiden AS Donald Trump ke Tiongkok pada November tahun lalu, Cheniere Energy menandatangani MOU dengan CNPC untuk kerja sama penjualan dan pembelian LNG jangka panjang.

Sebagai pemilik terminal ekspor LNG pertama di Amerika Serikat, Cheniere Energy adalah eksportir utama gas alam cair AS, demikian Xinhua.

(A026/)

Reporter: Apep Suhendar
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018