Bangkok (ANTARA News) - Badan Obat dan Makanan Thailand (FDA) telah memerintahkan pemeriksaan acak bagi segala makanan dan meminta importir menahan penjualan seluruh produk makanan mereka setelah semua pemeriksaan radiasi diketahui, kata Sekretaris Jenderal FDA, Pipat Yingseri pada Kamis.

FDA melakukan upaya pemeriksaan makanan dari Jepang setelah kabar kebocoran radiasi dengan meminta para importir agar waspada dan memperlambat pengimporan makanan dari pulau Honshu, Jepang, khususnya buah dan sayuran, kata Yingseri, seperti dilaporkan TNA-OANA.

Badan tersebut akan mengumpulkan segala contoh makanan untuk mengetahui kontaminasi radioaktif dan memeriksanya secara lebih sering.

Para pengimpor diminta untuk menunda distribusi barang dan penjualan hingga hasil pemeriksaan diketahui dan disahkan oleh FDA.

Sejauh ini pemeriksaan kepada stroberi, ubi dan buah kesemak tidak menemukan kontaminasi radioaktif.

Pemeriksaan acak bagi hidangan laut telah ditingkatkan karena asal dari hidangan tersebut tidak diketahui.

Namun FDA menjelaskan bahwa ikan di restoran Jepang aman untuk dikonsumsi karena contohnya telah lulus uji coba.

FDA juga meminta pos pemeriksaan imigrasi untuk memeriksa makanan yang dibawa oleh para penumpang. Tindakan serupa juga dilakukan kepada barang impor dari kapal laut.

Hingga saat ini tidak ada larangan bagi makanan asal Jepang karena hanya sedikit jumlah makanan yang diimpor dari negara itu. Kebanyakan sayuran ditanam di Thailand dan Jepang telah membatasi kawasan pengawasannya, kata Pipat menambahkan bahwa upaya FDA sesuai dengan keadaan saat ini.

Jika keadaan memburuk tindakan akan diperkuat. Pada 2-4 pekan kedepan, produk permen dan susu akan tiba dan diperiksa karena bahan pembuatan makanan tersebut dapat terkena radiasi. Namun Thailand tidak mengimpor susu dari Jepang, tambah Pipat.

Dia juga mengatakan Badan Atom bagi Perdamaian sedang berfokus kepada peningkatan pemeriksaan makanan dari Jepang secara acak. Namun mereka akan mencari unit tambahan mengenai hal itu karena tindakan tersebut akan berlangsung setidaknya selama dua bulan setelah keadaan radiasi di Jepang dapat dikendalikan. (BPY/M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011