Beijing (ANTARA News) - Karena kepentingan bisnis AS di Tiongkok jauh lebih besar daripada apa yang ditunjukkan oleh data perdagangan, perang dagang yang membayangi antara kedua negara tersebut akan membahayakan kepentingan bisnis AS, menurut laporan-laporan industri.

Defisit perdagangan barang AS dengan Tiongkok dianggap sebagai alasan utama bagi tindakan Presiden AS Donald Trump baru-baru ini, tetapi angka itu tidak menunjukkan gambaran menyeluruh hubungan ekonomi Tiongkok-AS, menurut laporan penelitian Deutsche Bank.

Laporan itu mengatakan ada 310 juta iPhone aktif yang digunakan di Tiongkok pada 2016, tetapi iPhone ini tidak dapat ditemukan dalam perdagangan bilateral AS-Tiongkok, karena Apple, seperti banyak perusahaan AS lainnya, telah mendirikan anak perusahaan untuk beroperasi di Tiongkok.

"Dari perspektif perdagangan internasional, iPhone yang dijual oleh anak perusahaan Apple di Tiongkok tidak dihitung sebagai impor. Tetapi dari sudut pandang ekonomi dan keuangan, iPhone adalah produk AS, dan AS sangat diuntungkan dari itu," kata laporan tersebut.

Laporan ini menyimpulkan bahwa pendekatan neraca perdagangan "jelas menyesatkan," dan pembalasan paling merusak dari Tiongkok adalah "menghukum kepentingan bisnis AS di Tiongkok."

Laporan Standard Chartered memperkirakan bahwa PDB AS bisa jatuh 0,2 persen jika Tiongkok membalas dengan melarang impor makanan dan transportasi AS, dan 0,9 persen jika semua impor dilarang.

"Kami mempertahankan prakiraan pertumbuhan PDB Tiongkok sebesar 6,5 persen karena pertumbuhan kuartal pertama yang kuat dan ketidakpastian pada pemulihan AS," kata laporan itu.

Dikatakan bahwa ketergantungan ekonomi Tiongkok pada AS turun dari 6,3 persen PDB pada 2006 menjadi sekitar 3,0 persen pada 2017, sementara ketergantungan ekonomi AS terhadap Tiongkok naik dengan kuat dari 0,1 persen PDB menjadi 0,7 persen selama tahun 2000 dan 2014.

"Perang dagang tidak akan menguntungkan siapa pun," kata laporan itu, seraya menambahkan bahwa perang dagang dapat mempengaruhi 20 persen ekonomi global, demikian Xinhua.

Reporter: Apep Suhendar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018