Jerusalem (ANTARA News/AFP) - Israel memulangkan keluarga para diplomatnya di Mesir pada Sabtu menyusul aksi-aksi protes di jalan di negara Arab yang telah membuat perjanjian perdamaian dengan negara Yahudi itu pada 1979, kata Kementerian Luar Negeri Israel.

"Satu pesawat khusus mengangkut keluarga para diplomat, utusan khusus lainnya dan sekitar 40 warga Israel yang mengadakan kunjungan resmi ke Kairo untuk pulang ke Israel pada Sabtu," kata juru bicara kementerian itu, Yogal Palmor.

Duta Besar Israel untuk Mesir masih tetap di tempat tugasnya.

Israel pada Sabtu tak mengeluarkan pernyataan apapun atas rangkaian peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir di Mesir, karena khawatir dituding campur tangan.

Para pengunjuk rasa bertekad menggulingkan Presiden Hosni Mubarak.

Seorang pejabat senior Israel menyatakan kekhawatiran jika Mubarak jatuh.

"Hal yang paling dicemaskan ialah suasana tak menentu merebak di negara itu, yang sangat berpengaruh di Timur Tengah," kata pejabat tersebut yang tak ingin jati dirinya disebutkan kepada AFP.

Ia menyebut hubungan ekonomi dan strategis antara kedua negara itu.

Mesir menjadi negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan Israel.

Tetapi rezim itu diharapkan tetap bertahan bahkan kalaupun terjadi perubahan kepemimpinan, katanya.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Jumat secara eksplisit memperingatkan para menteri dan juru bicara tidak mengeluarkan komentar atas peristiwa yang terjadi di Mesir, demikian sumber pemerintah.

Kemenlu Israel tetap mengadakan kontak dengan kedutaannya di Kairo untuk membahas perkembangan.

Sementara itu dari Kairo diberitakan warga Mesir mengubur mereka yang tewas dalam bentrokan-bentrokan dengan polisi pada Sabtu.

Mereka bertekad meneruskan revolusi hingga mereka berhasil menggulingkan Presiden Mubarak.

Hind, seorang wanita yang berusia 30 tahun, meratap di luar satu rumah sakit di Kairo,"Saudaraku meninggal, Methat meninggal! Matanya penuh dengan darah."

Mona Abdel Khaleq, yang masih saudara korban, mengatakan polisi menembak Methat di bagian kepalanya di depan kantor polisi. "Tuhan mengutuk mereka, kami tak menginginkan mereka," katanya mengarah kepada pemerintah.

Di dalam rumah sakit, para dokter dan mahasiswa kedokteran datang dengan sukarela ke ruang instalasi gawat darurat merubungi seorang pasien yang luka-luka kena timah panas sementara sejumlah pasien lain merintih kesakitan akibat luka-lukanya.

Para dokter mengatakan mereka tidak mempunyai kesempatan untuk menghitung berapa jumlah korban tewas tetapi memperkirakan 38 orang sudah dalam keadaan meninggal atau luka-luka saat tiba di rumah sakit.

Mereka meninggal dalam bentrokan-bentrokan di sekitar Kairo saat ribuan orang membakar gedung-gedung pemerintah dan partai yang berkuasa.

Pemerintah menginstruksikan tentara membantu polisi memulihkan ketertiban. (M016/Z002/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011