Mogadishu (ANTARA News) - Gerilyawan Al-Shabaab Somalia hari Kamis menunjukkan lebih dari 70 mayat di luar Mogadishu yang mereka klaim sebagai prajurit Uni Afrika yang tewas dalam pertempuran.

"Kami membunuh lebih dari 70 prajurit musuh hari ini... Kami menimbulkan kerugian besar pada mereka dan anda bisa melihat mayat mereka," kata juru bicara Al-Shabaab Sheikh Ali Mohamud Rage, dengan menunjukkan jasad-jasad di tempat berdebu kepada wartawan, lapor AFP.

Foto menunjukkan deretan panjang sedikitnya 20 mayat memakai seragam militer yang tergeletak di pasir, yang dikitari massa dengan wajah yang ditutupi.

Sejumlah saksi mengkonfirmasi bahwa mayat-mayat itu diperlihatkan di daerah kekuasaan Al-Shabaab, Alamada, sekitar 18 kilometer di luar Mogadishu, pada Kamis malam, dan jasad itu bukan warga Somalia.

"Saya melihat jumlah terbesar prajurit yang tewas dalam perang, saya menghitung 63 prajurit Burundi, semuanya tewas. Al-Shabaab membawanya dengan truk ke Alamada," kata Hasan Yunus, seorang saksi.

"Beberapa dari mayat itu diseret oleh penduduk yang marah -- saya tidak bisa menghitung secara pasti, namun jumlahnya lebih dari 60," kata Ahmed Jama, seorang saksi lain.

Pertempuran hebat meletus menjelang fajar di Mogadishu dan pasukan Somalia yang didukung prajurit Uni Afrika (AU) bergerak maju ke posisi-posisi Al-Shabaab, kata beberapa pejabat dan saksi.

Pertempuran terpusat di piggiran baratlaut Deynile, wilayah kantung yang masih dikuasai Al-Shabaab di Mogadishu, yang berbatasan dengan Agoye, kamp pengungsi terbesar dunia.

Pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika AMISOM yang berkekuatan 9.000 orang adalah kekuatan utama yang mencegah gerilyawan Al-Shabaab yang bersekutu dengan Al-Qaida untuk menumbangkan pemerintah Somalia dukungan PBB.

Al-Shabaab menarik diri dari Mogadishu pada Agustus namun memperingatkan, mereka akan melancarkan serangan-serangan gerilya ke kota pesisir itu seperti pemboman mobil bunuh diri dan serangan pembunuhan.

Somalia kini dilanda kelaparan parah akibat kekeringan terburuk yang terjadi negara itu, dan PBB telah mengumumkan Mogadishu dan empat wilayah Somalia selatan sebagai zona kelaparan serta memperingatkan bahwa kelaparan bisa meluas ke seluruh penjuru negara itu.

Kondisi itu diperumit oleh bentrokan-bentrokan yang terus terjadi antara pasukan Somalia serta Uni Afrika sekutunya dan gerilyawan Al-Shabaab.

Bentrokan-bentrokan itu berlangsung ketika badan-badan bantuan internasional berusaha mencari cara untuk menyerahkan bantuan makanan kepada penduduk yang tinggal di kawasan yang dilanda kelaparan, khususnya daerah-daerah Somalia selatan yang dikuasai kelompok Al-Shabaab yang terkait dengan Al-Qaida.

Badan-badan bantuan menarik diri dari Somalia selatan pada awal 2010 setelah ancaman terhadap staf mereka dan aturan semakin keras yang diberlakukan terhadap aktivitas mereka oleh Al-Shabaab, yang dimasukkan ke dalam daftar kelompok teror oleh Washington.

Militan pada Juli mengatakan, kelompok bantuan asing bisa kembali lagi ke wilayah itu, namun seorang juru bicara Al-Shabaab mengatakan kemudian bahwa larangan operasi terhadap mereka masih tetap diberlakukan.

Al-Shabaab yang bersekutu dengan Al-Qaida mengobarkan perang selama empat tahun ini dalam upaya menumbangkan pemerintah sementara Somalia dukungan PBB yang hanya menguasai sejumlah wilayah di Mogadishu.

Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli 2010.

Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.

Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 79 orang.

Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaida.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan Al-Qaida pimpinan Osama bin Laden.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.

Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011